Belibis Itik Rawa |
Oleh Administrator |
Rabu, 27 Februari 2013 13:32 |
Belibis Itik Rawa
Bila
sempat mampir ke Kalimantan Selatan datanglah ke Amuntai, Hulu Sungai
Utara. Di sana sebuah menu unggas bakar termahal banyak dijajakan di
warung sederhana di tepi jalan. Seporsi unggas bakar bandrolnya
Rp80.000-Rp150.000. Ia menjadi santapan kalangan menengah ke atas para
pelancong dan kalangan menengah ke atas setempat. Itulah menu belibis
bakar khas Tanah Banua.
Belibis selama ini lebih dikenal sebagai
si burung air. Bahkan guyonan orang menyebut belibis sebagai burung
termahal karena mampu ?membeli bis?. Dibalik itu hanya segelintir
kalangan yang tahu bahwa ia keluarga dekat itik atau angsa. Sosoknya
mirip silangan itik, angsa, dan burung. Ia dapat berenang, menyelam, dan
terbang serta bersiul seperti burung.
Karena mirip itik itu masyarakat
Kalimantan Selatan mengenal belibis sebagai itik rawa liar. Ia banyak
hidup di rawa lebak dangkal, tengahan, dan dalam. Sebut saja di
rawa-rawa di Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai
Selatan. Setiap menjelang kemarau para pemburu panen belibis.
Musababnya, air di rawa lebak dangkal dan rawa lebak tengahan menyusut
sehingga belibis berkumpul di rawa lebak dalam. Para pemburu biasanya
memasang perangkap atau jaring di seputaran rawa lebak dalam.
Belakangan populasi
belibis makin menyusut karena perburuan itu. Beruntung beberapa orang di
Alabio, Kalimantan Selatan, berupaya menangkarkan si itik rawa. Sebut
saja Faturahim yang memelihara belibis sejak tahun 2000 di rumah dan
pekarangan yang luas totalnya mencapai 400 m2.
Kandang dibuat di sekeliling rumah kayu
di atas air. Bangunan rumah sendiri mirip rumah khas di Alabio yang
dibangun dengan tiang di atas rumah. Luas rumah di dalam kandang 102 m2.
Dinding kandang dibuat dengan jaring dari kawat setinggi setara
bangunan rumah. Di atas kandang Faturahim memasang jaring. Sementara
bagian bawah rumah menjadi tempat persembunyian.
Kini Faturahim memiliki 100 pasang
indukan berumur 2-12 tahun. Dari indukan itu setiap musim Faturahim
memanen minimal 1000 anakan belibis yang dipasarkan ke Palangkaraya,
Banjarmasin, hingga luar pulau. Itu dengan asumsi setiap pasang
menghasilkan minimal 10 telur. Faturahim membandrol anakan belibis umur
3-4 bulan siap potong Rp. 60.000 per ekor.
Dengan keberhasilan menangkar si itik
rawa liar, bukan tidak mungkin belibis alabio bakal menyaingi itik
alabio yang lebih dulu populer. Belibis pun dapat menambah deretan
penambah pendapatan bagi petani di lahan rawa seperti padi, palawija,
ikan, itik alabio, dan kerbau rawa yang lebih dulu populer dibudidaya. (Destika Cahyana/Yoan Destina)
|